Kamis, 01 Agustus 2013

Filosofi Dalam Kuliner Jawa

Dalam kehidupan masyarakat Jawa, segala hal dalam peri kehidupannya sangat kental dengan filosofi atau "kawruh" atau "ngelmu". Termasuk di dalamnya adalah kulinernya. Bahkan dalam kesastraan Jawa terdapat 'kerata basa" yang berhubungan dengan kuliner. 

Mari kita bicarakan tiga kuliner yang pastinya sangat dikenal oleh sebagian besar masyarakat kita, tidak hanya "wong Jawa" :)

1. Wedang
Wedang dari kata "ngawe kadhang" (memanggil saudara). Masyarakat Jawa menyebut minuman yang melalui proses perebusan dengan istilah wedang. Ada wedang kopi, wedang teh, wedang uwuh, wedang ronde, dan sebagainya. Masyarakat Jawa percaya, jika menyuguhkan wedang, berarti akan banyak saudara yang sudi bersilaturahmi. Silaturahmi diyakini memanjangkan umur dan mengeratkan kekeluargaan. #makes sense :)


2. Buceng
Kebanyakan orang menyebut kuliner ini dengan nama tumpeng. Masyarakat Jawa menyebut Buceng dari kata "kalbu kang kenceng" atau kalbu yang kuat. Saya jadi ingat, saat saya masih belum baligh ibu saya selalu membuatkan buceng di setiap weton atau hari kelahiran saya. Weton adalah pasaran dalam penanggalan Jawa. Ayah saya selalu memberikan nasehat dan doa sebelum nasi kuning yang dibentuk kerucut itu diserbu oleh saya sendiri, saudara-saudara, dan anak-anak tetangga yang diundang. Beliau mengatakan, dengan hati yang kuat kita akan dengan percaya diri menghadapi segala tantangan di masa yang akan datang. #jadi terharu :'(


3. Golong
Last but not least, Golong/ Bundar / Gilig. Kuliner ini biasanya dibuat dalam acara selamatan mengirimkan doa untuk para leluhur yang telah tiada. Juga saat selamatan tasyakuran panen, khitan, wisuda, sampai ubarampe temanten. Dimaksudkan agar kita senantiasa golong/gilig atau memiliki tekad yang bulat dalam meraih cita-cita/ mewujudkan harapan. Masih banyak dijumpai di beberapa daerah di pedesaan, kalau kita datang pada acara hajatan pernikahan selalu ada tradisi mbecek atau buwuh. Tetamu putri yang datang, ketika pulang akan "diberkati" atau diberi nasi yang dibungkus dengan daun jati, dibentuk golong atau bundar. Biasanya ditemani dengan sayur nangka muda atau sayur tempe pedas. Kebayang aroma khas daun jati yang bergumul dengan nasi panas dan sayur khas ndeso yang sedap membahana....:D Itu semua adalah permohonan atau doa agar senantiasa dituntun oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan diberikan kebulatan tekad dalam segala hal yang bersifat positif.

Masih ada lagi yang lebih menarik, bakal dilanjut pada bahasan berikutnya. Mari kita gali nilai-nilai karakter mulia dari kearifan lokal yang dimiliki bangsa kita. Yang tradisional tidak selamanya katrok, Indonesia sungguh kaya dengan budaya, mari kita mengekspor budaya kita agar mampu dikenal dan ditiru oleh bangsa lain. Bukan sebaliknya, kita mengimpor budaya asing yang belum tentu sesuai dengan alam pikir dan manfaat yang akan kita dapatkan untuk kemajuan bangsa... :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar