Jumat, 27 November 2015

Model Pelaksanaan UKG 2015 Belum Layak Dijadikan Penilaian Kompetensi Guru

Tanggal 27 November 2015 merupakan kloter terakhir pelaksanaan Uji Kompetensi Guru di wilayah tempat saya mengajar. Berbagai macam usaha belajar dan doa telah diupayakan sedemikian rupa, namun ada pula oknum yang menganggap sepi ujian ini. Dengan berbagai stigma negatif terlontar setiap hari yang mau tidak mau mempengaruhi kekuatan mental saya sebagai seorang junior. Salah satu ucapan yang saya ingat, UKG tidak berpengaruh apapun, hanya merupakan proyek menghabiskan anggaran negara oleh segelintir mafia anggaran. Huwaduuh, saya sempat kaget dibuatnya. Benarkah dugaan itu?

Jam 06.30 saya standby di TUK (Tempat Uji Kompetensi) dengan hati yang berbunga-bunga berharap semua berjalan sesuai rencana. Dilaksanakan dengan memegang teguh komitmen kejujuran dan semangat kerja keras. Begitu ruang ujian dibuka, kami segera menempati bangku sesuai nomor, dilanjutkan latihan pra ujian selama kurang lebih 15 menit. Berikutnya dilakukan ujian, tetapi anehnya ada beberapa oknum guru yang belum juga datang. Saya menjadi bertanya-tanya, inikah guru profesional? Ujian saja datang terlambat. Begitu datang ujian sudah dimulai dan membuat kegaduhan.... Hadeeewhh...

Saat ujianpun keadaan lebih kacau balau, banyak guru yang membuat keributan karena tidak dapat mengoperasikan perangkat ujian yang berbasis komputerlah, mengeluh model soal yang sulitlah, dan puncaknya saling melempar pertanyaan ke sesama peserta. Alhasil suasana ruang ujian tak ubahnya seperti pasar. Lebih mengesalkan lagi ada yang mengeluarkan celetukan-celetukan yang tidak mencerminkan jiwa guru dan tidak seharusnya dilakukan oleh guru.

Pengawas ujianpun sepertinya maklum dengan tindakan tidak etis itu. Mungkin mereka menyadari bahwa yang diuji tersebut rata-rata adalah guru senior, sehingga takut kuwalat kalau berani menerapkan tertib ujian yang sudah dibacakan diawal pelaksanaan, bahwa PESERTA UJIAN DILARANG MENANYAKAN JAWABAN ATAU MEMBERIKAN JAWABAN KEPADA PESERTA UJIAN LAIN... Lihat, betapa "patuhnya" guru melanggar peraturan...hehehe....

Dengan suasana ruang ujian yang gaduh, dan peserta ujian yang cenderung bersikap tidak jujur, otomatis sangat menganggu konsentrasi peserta ujian yang berusaha sekuat tenaga menggunakan kesempatan ini untuk membuktikan kompetensi pedagogik dan profesional secara teori. Sehingga tidak dapat terlaksana sebuah uji kompetensi yang dapat mengukur tingkat kompetensi seorang guru. Bisa dibayangkan, soal ujian merupakan pernyataan-pernyataan yang harus dicermati secara bijak untuk menentukan sebuah jawaban yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, karena distraktor dan jawaban benar dibuat sangat-sangat dekat. Ketelitian dan pemahaman serta ketenangan sangat dibutuhkan oleh peserta ujian. Sehingga tidak mengherankan apabila hasil uji kompetensi pedagogik peserta ujian rata-rata hancur, karena kurangnya ketenangan dalam ruangan ujian.

Oleh karena itu, jika ingin menguji kompetensi guru di masa yang akan datang ada baiknya dilakukan tidak dalam ruangan yang terlalu banyak peserta ujiannya. Atau mungkin dengan model laboratorium bahasa, dimana peserta ujian ditutup telinganya agar tidak terganggu dengan suasana bising dan oknum guru yang oportunis.

Dengan kata lain, secara keseluruhan, UKG bagus, tapi mekanisme operasional pelaksanaannya  masih sangat perlu untuk dibenahi. Terutama yang urgent dibenahi adalah MENTAL GURU dalam menghadapi UKG. Jangan pernah bertindak provokatif dan memiliki stigma negatif terhadap ujian. Terlebih GURU adalah diGUgu lan ditiRU, sikap-sikap CURANG dan anti produktif seperti telah diilustrasikan hendaknya segera dimusnahkan dari hati sanubari dan pola pikir seorang pendidik. Untuk menciptakan mutu pendidikan yang lebih berkualitas dan memiliki daya saing yang tinggi.

Selamat Hari Guru dan HUT PGRI ke 70. Salam sukses!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar