Minggu, 18 Oktober 2015

PENANAMAN KARAKTER ANTI KORUPSI SEJAK DINI APAKAH HANYA SEKEDAR TEORI?

Sejak lama kampanye anti korupsi digalakkan di negeri ini, meskipun praktik korupsi itu sendiri tidak kurang galak bersaing dengan kampanye tersebut. Kita hidup dalam masyarakat yang cenderung permisif dan mudah memaafkan sesuatu yang dianggap "hanya pelanggaran kecil". Keadaan inilah yang menjadi penghalang bagi suksesnya kampanye anti korupsi di negeri ini.
Lingkungan keluarga selama ini yang diharapkan menjadi garda terdepan penanaman karakter anti korupsi tidak dapat diharapkan, bahkan mirisnya lingkungan sekolahpun menjadi arena penanaman karakter BOLEH KORUPSI. Sehingga kampanye Revolusi Mental yang dulu pernah didengungkan, sudah saatnya dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah.
Tipikal permisif dan mudah memaafkan yang tidak pada tempatnya malah diperparah dengan tipikal omdo atau NATO (Omong Doang dan No Action Talk Only) dari hampir semua tingkatan mulai dari guru, tokoh agama, tokoh politik, bahkan pemimpin yang seharusnya menjadi suri tauladan.
Menyedihkan sekali ketika ditayangkan kampanye KATAKAN TIDAK UNTUK KORUPSI, pada kenyataannya semua pemeran kampanye menjadi tersangka dan pelaku korupsi.
Jika keadaan ini terus berlanjut, mungkin saatnya kita menundukkan kepala dan mulai berdoa...karena hanya Tuhan yang tahu, kapan hidayah itu datang. Sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa kampanye anti korupsi sejak dini itu hanya teori karena pada akhirnya mereka mendapat pembelajaran yang sangat menyesatkan dari mereka yang seharusnya menjadi panutan. Korupsi tidak akan pernah terjadi di negeri ini apabila kosakata korupsi dihilangkan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. Selanjutnya terserah pada pembaca untuk melanjutkannya..... :P

Tidak ada komentar:

Posting Komentar